PENGELOLAAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh: Della Febriana, Erica Galih Ayu P, Hisyam Sya’bani, dan Sania Sita D
Tahun 1980-an, dirumuskan suatu konsep pertanian berkelanjutan dimana pada strategi pembangunan sebelumnya berfokus pada pertumbuhan ekonomi tinggi yang menyebabkan terjadinya degradasi kapasitas produksi dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Hasil dari kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan Pembangunan (World Comission on Environment and Development) PBB pada tahun 1987 merumuskan konsep pertanian berkelanjutan ini dalam Laporan Bruntland. Laporan berisi bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang mewujudkan kebutuhan hidup saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan hidupnya (Rivai & Anugrah, 2011). Dilanjut tahun 1992, seluruh pemimpin dunia membahas konsep pembangunan berkelanjutan pada semua aspek kehidupan yang dikenal dengan nama Agenda 21. Pada sektor pertanian, terdapat program Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD). Dalam kaitannya mewujudkan kondisi lingkungan yang lebih baik lagi sehingga pertanian berkelanjutan menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian seluruh dunia (Rivai & Anugrah, 2011).
- Fisik
Melihat aspek dari komponen fisik sistem pertanian berkelanjutan. Konservasi tanah dan air adalah teknologi ramah lingkungan yang dapat mengendalikan erosi, aliran permukaan dan kehilangan hara serta meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Selain itu, teknologi konservasi tanah dan air layak secara finansial dan berpeluang diadopsi oleh petani. Penurunan produktivitas tanah, terutama di areal lahan kering, umumnya disebabkan oleh erosi (Haryati, 2008), pencemaran, eksploitasi lahan, dan aktivitas penambangan (Dariah dan Las 2010; Pasaribu et al. 2010). Area pesawahan degradasi tanah lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan hara, penurunan kadar bahan organik tanah, dan pendangkalan lapisan tapak bajak (Setyorini et al., 2010). Sifat fisika tanah yang berpengaruh terhadap kualitas lahan sawah diantaranya adalah drainase, permeabilitas, tekstur, dan porositas tanah.
Perbaikan struktur tanah dalam pertanian berkelanjutan terjadi pada pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur, sehingga mempermudah pengolahan tanah. Tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur. Penyebab kompak dan gemburnya tanah adalah senyawa-senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium atau hifa jamur yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Dengan struktur tanah yang baik berarti aerasi tanah akan lebih baik sehingga proses fisiologis di dalam akar tanaman akan baik. Perbaikan agregat tanah menjadi lebih remah akan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah sehingga sehingga proses erosi tanah dapat dicegah. Kadar pupuk organik yang tinggi di dalam tanah memberikan warna tanah yang lebih gelap (warna humus coklat kehitaman), sehingga penyerapan energi sinar matahari lebih banyak dan fluktuasi suhu di dalam tanah dapat dihindarkan.
Penggunaan pupuk organik dapat dijadikan upaya untuk memperbaiki fisik tanah karena dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahan organik merupakan sumber nutrisi berupa nitrogen, sulfur, dan fosfor yang berperan penting dalam membentuk dan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan penetrasi air, drainase, dan aerasi (Rizal & Mirza, 2014). Nutrisi tertentu diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat agar dapat tumbuh dengan baik. Terdapat 16 nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman, antara lain meliputi karbon, hidrogen, dan oksigen. Sisanya ada nutrisi yang dapat diperoleh secara alami dari tanah, yaitu disebut dengan nutrisi mineral (Saraswati & Sumarno, 2008). Selain itu, Sudjana (2014) menyatakan bahwa di alam juga terdapat banyak bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik, misalnya sisa-sisa tubuh makhluk hidup.
- Biologi
Berdasarkan aspek dari komponen biologi sistem pertanian berkelanjutan, biologi tanah adalah salah satu komponen penting yang harus diperhatikan. Tanah merupakan komponen penting dalam pertanian karena sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman (Rizal & Mirza, 2014). Tanah yang baik harus mengandung sekitar 5-10% bahan organik, memiliki daerah perakaran yang dalam, drainase baik, mengandung unsur hara yang seimbang, mudah ditembus oleh udara, air, dan akar. Menurut Rizal dan Mirza (2014), kesuburan tanah dalam pertanian berkelanjutan memiliki arti bahwa nutrisi yang terkandung di dalam tanah harus tersedia dalam jumlah yang sama di masa sekarang dan di masa mendatang. Oleh karena itu, nutrisi yang telah hilang dari tanah perlu diganti. Ada cara untuk mencegah tanah agar tidak kehilangan nutrisi, yaitu dengan melakukan pemupukan menggunakan pupuk organik.
Efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan aktivitas mikroba. Mikroba yang dimaksud tersebut meliputi mikroba pemfiksasi N2, pelarut unsur P dan K, serta pemacu pertumbuhan tanaman. Mikroba penyubur tanah mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman, melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, menyediakan metabolit pengatur tumbuh, serta menstimulasi sistem perakaran agar dapat berkembang dengan sempurna. Selain pupuk organik, saat ini juga sudah berkembang pupuk hayati, yaitu pupuk yang memanfaatkan teknologi mikroba penyubur tanah. Pupuk hayati atau pupuk mikroba merupakan produk biologi aktif yang berperan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Saraswati & Sumarno, 2008).
- Sosial dan Ekonomi
Ditinjau dari aspek ekonomi, pertanian berkelanjutan dimaksudkan sebagai sistem pertanian yang secara ekonomi mampu memberikan penghasilan layak atas investasi tenaga kerja dan kebutuhan biaya yang telah dikeluarkan petani dalam rangka menyelenggarakan usaha pertaniannya. Setidaknya sistem pertanian yang dijalankan oleh petani dapat menyangga kebutuhan hidup petani seperti bahan pangan dan kebutuhan dasar lainnya.. Terdapat isu pemasaran produk pertanian yang belum terselesaikan yaitu permasalahan mengenai panjangnya rantai pasar. Menurut Kharisma (2014) rantai pasar definisikan sebagai proses untuk menggambarkan jaringan yang menghubungkan produsen ke konsumen.
Dalam bidang pertanian, rantai pasar digunakan untuk menyalurkan produk komoditas pertanian dari petani ke konsumen. Biasanya petani akan menjual hasil pertanian ke tengkulak. Tengkulak akan membeli komoditas pertanian ke petani dengan harga rendah. Kemudian, tengkulak akan menjualnya ke pedagang pasar dengan mengambil keuntungan sehingga harga yang ditawarkan juga lebih tinggi. Selanjutnya pedagang pasar juga mengambil keuntungan lagi ketika menjual barangnya ke konsumen. Pada akhirnya, konsumen akan membeli produk pertanian dengan margin yang lebih tinggi dari harga aslinya.. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan market place penjual komoditas pertanian seperti TaniHub, Agromaret, dan sejenisnya. Aplikasi-aplikasi ini dapat memudahkan petani dan konsumen dalam memantau harga pasar yang sesungguhnya sehingga dapat meminimalkan cost yang tidak perlu, baik dari sisi petani maupun konsumen. Apabila petani mendapatkan harga beli yang layak, maka petani dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan lebih baik sehingga sistem pertanian berkelanjutan dalam aspek ekonomi dapat berjalan dengan semestinya. Ditinjau dari aspek sosial, sistem pertanian berkelanjutan dapat berjalan dengan lancar apabila keadaan sosial petani diperbaiki utamanya terkait dengan sumber daya manusia di bidang pertanian. Terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM petani seperti memfasilitasi petani dengan pengadaan pelatihan.
- Lingkungan
Melihat aspek dari lingkungan bahwa, pertanian yang marak dilakukan sekarang adalah pertanian yang berorientasi pada keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan aspek lingkungannya. Padahal lingkungan adalah wadah dari kegiatan pertanian itu sendiri. Penggunaan bahan kimia dalam pertanian sangatlah membahayakan kelestarian lingkungan. Pertanian berkelanjutan yang mana sistem ini sangat memperhatikan aspek lingkungan dalam penerapannya, akan sangat menjaga lingkungan itu sendiri. Dalam Putra et al., (2013); Salikin (2003) menyebutkan bahwa sistem pertanian berkelanjutan dapat diimplementasikan dengan menggunakan berbagai model, antara lain sistem pertanian organik, pertanian terintegrasi, pengendalian hama terintegrasi, dan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Sistem pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang menjadikan bahan organik sebagai faktor utama dalam proses produksi pertanian. LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) adalah salah satu jenis pertanian yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya, layak secara ekonomi, stabil secara ekologis, sesuai budaya, dan berkeadilan sosial, sedangkan input eksternal hanya sebagai pelengkap.
Dilihat dari model yang disebutkan sangat kecil atau bahkan tidak sama sekali bahan kimia digunakan dalam konsep pertanian berkelanjutan. Hal ini dapat membuktikan bahwa pertanian berkelanjutan dapat dijadikan solusi dalam isu limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tani. Namun, restorasi yang dilakukan pada lahan atau lingkungan yang merupakan bekas dari pertanian konvensional memerlukan waktu untuk pulih.
Pertanian berkelanjutan memanfaatkan air dan tanah lebih sedikit, meningkatkan komposisi unsur hara tanah, meminimalkan biaya produksi, meningkatkan partisipasi masyarakat dan ramah lingkungan. Dari aspek pertanian berkelanjutan tersebut adalah cara terbaik untuk kebutuhan pangan dan mempertahankan kelestarian lingkungan. Selain itu, dapat dijadikan lifestyle untuk menyelamatkan lingkungan kita agar generasi kedepannya bisa menikmatinya juga.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, A., I. Yuarsah., dan E.P. Handayani. 2018. Peningkatan kualitas lahan menggunakan pupuk organik untuk pertanian berkelanjutan. Jurnal wacana pertanian, 14 (2): 62-68
Haryati, U. Konservasi Tanah dan Air Sebagai Komponen Utama Sistem Pertanian Berkelanjutan. Agenda Inovasi Teknologi dan Kebijakan, 35-68.
Kharisma, E. 2014. Rantai pasar komoditas pertanian dan dampaknya terhadap kegiatan perdagangan komoditas pertanian di Pasar Projo. Jurnal Wilayah dan Lingkungan 2(1) : 25-42.
Putra, S., Purwanto, dan Kismartini. 2013. Perencanaan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013. 33-40.
Rivai, R.S. dan I.S. Anugrah. 2011. Konsep dan implementasi pembangunan pertanian berkelanjutan di indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi 29(1): 13-25.
Riyadh, I.M. 2018. Analisis saluran pemasaran lima pangan pokok dan penting di lima Kabupaten Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik 9(2) : 161-171.
Rizal, M. dan Y. S. Mirza. 2014. Komponen Pengendalian Hama dalam Pertanian Organik dan Pertanian Berkelanjutan. Prosiding pada Seminar Nasional “Pertanian Organik”, Bogor, 18 – 19 Juni 2014. 337-344.
Saraswati, R. dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek Tanaman Pangan 3(1): 41-58.
Sudjana, B. 2014. Penggunaan azolla untuk pertanian berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Solusi 1(20): 72-81.