Tanaman Transgenik : Tanaman Hasil Rekayasa Genetik
Tanaman transgenik merupakan suatu tanaman yang memiliki gen atau telah disisipi gen dari organisme lain, dan dapat pula disebut sebagai Genetically Modified Organism (organisme yang termodifikasi secara genetik) (Tando&Juradi, 2019). Penyisipan gen ini umumnya lebih diarahkan ke tanaman pangan untuk menciptakan kualitas pangan yang lebih baik daripada sebelumnya. Selain itu, gen juga bertujuan untuk diperoleh sifat baru yang unggul dan diinginkan, misalnya resisten terhadap cekaman kekeringan, resisten terhadap hama, resisten terhadap herbisida.
Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia. Secara konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman dengan waktu yang cukup lama dan hasil tidak menentu bergantung dari mutasi alamiah secara acak. Contoh hasil pemuliaan tanaman konvensional adalah durian montong. Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1996 (Sugianto, 2017).
Prinsip tanaman transgenik adalah mengisolasi gen yang diinginkan untuk kemudian ditransfer ke tanaman dengan sistem transformasi genetik serta karakterisasi secara molekuler dan biokimiawi untuk membentuk sifat baru pada tanaman. Gen yang digunakan dalam pembuatan tanaman transgenik adalah gen yang mewakili sifat yang ingin dimunculkan pada tanaman dan umumnya berasal dari virus, bakteri, jamur, maupun hewan. Gen tersebut kemudian diisolasi untuk kemudian disisipkan ke genom tanaman setelah sebelumnya dikonstruksikan ke dalam vector plasmid yang juga mengandung gen marka di dalamnya. Proses tersebut berlanjut hingga tanaman beregenerasi dengan organogenesis atau embryogenesis. Setelah itu, dilakukan karakterisasi tanaman secara molekuler dan biokimia untuk menyelidiki perkembangan gen yang ditransformasi dan menentukan berfungsinya gen tersebut. Karakterisasi sifat baru yang muncul pada tanaman dilanjutkan di rumah kaca dan dapat dilakukan persilangan genetik untuk mengetahui apakah sifat baru tersebut dapat diturunkan (Susilo, 2019).
Kelemahan pada tanaman transgenik yaitu terbentuknya gulma baru yang resisten terhadap herbisida, dapat merubah struktur dan tekstur tanah sehingga mempengaruhi jumlah dan mutu produksi tanaman, tanaman transgenik yang beralih fungsi menjadi gulma memerlukan program pengendalian menggunakan bahan kimia yang mahal dan berbahaya bagi lingkungan, terbentuknya virus baru dan racun pada tanaman transgenik, dan tanaman transgenik yang toksik dapat membunuh makhluk hidup lain seperti larva kupu-kupu sehingga memungkinkan terjadinya kepunahan (Phillips, 1994). Di samping kelemahan yang dimiliki oleh tanaman transgenik, terdapat banyak kelebihan yang disediakan oleh komoditas tanaman transgenik mengingat memang pada tujuannya tanaman transgenik diadakan untuk memperoleh tanaman yang memiliki serangkaian sifat unggul daripada tanaman yang konvensional. Tanaman transgenik dinilai mampu meningkatkan tingkat toleransi tanaman terhadap paparan zat kimia (Furqonita, 2007). Beberapa tanaman rentan terhadap kerusakan jika terpapar oleh zat-zat kimia tertentu sehingga dengan adanya sifat unggul yang ada pada tanaman transgenik mampu meningkatkan produktivitas kegiatan pertanian. Selain itu, tanaman transgenik juga memiliki kemampuan untuk lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Kelebihan ini merupakan sifat yang paling menjadi keunggulan dari tanaman transgenik karena dapat membantu petani dengan mengurangi kebutuhan pestisida dan menjaga kegemburan tanah serta kesehatan tanaman karena tidak banyak zat kimia yang dikeluarkan lewat pestisida (Furqonita, 2007). Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh tanaman transgenik mampu memberikan banyak manfaat untuk petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi komoditas pertaniannya.
Teknologi transgenik telah lama dikembangkan oleh beberapa negara di dunia. Di negara-negara maju di Eropa dan Amerika, peengembangan teknologi ini digunakan untuk menjawab beberapa permasalahan terkait produksi tanaman. Oleh karena itu dibuatlah trobosan mengenai teknologi tanaman transgenik (Syam et al, 2001). Penerapan teknologi tanaman transgenik sendiri semakin berkembang seiring berkembangnya bidang bioteknologi. Perkembangannya di dunia juga semakin meningkat. Salah satu penemuan besar tentang teknologi transgenik adalah metode rekayasa genetika CRISPR/CAS9. Teknologi ini mulai dikembangkan pada tahun 2012 silam oleh dua ilmuwan perempuan, Emmanuelle Charpentier dan Jenifer Dounda. Penemuan yang cukup revolusioner ini memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap perkembangan industri pertanian. Dengan teknologi ini pemuliaan tanaman dapat dilakukan lebih efektif. Sehingga dapat meningkatkan hasil produksi menjadi lebih baik (Supatmi, 2016). Namun dalam perkembangannya, penggunaan teknologi transgenik ini menuai pro-kontra. Beberapa pihak menilai bahwa teknologi ini memiliki dampak negatif baik dari sisi lingkungan maupun sosial. Namun jika menilik dari hasil penelitian yang sudah dilakukan. Penerapan teknologi transgenik CRISPR ini menunjukkan hasil yang positif.
Daftar Pustaka :
Furqonita, D. 2007. Seri IPA BIOLOGI 3 SMP Kelas IX. Yudhistira, Bandung.
Phillips, S.C. 1994. Genetically engineered foods: do they pose health and environmental hazards?. CQ Researcher, 4(29): 673–96.
Sugianto, S. 2017. Kajian Bioetika Tanaman Transgenik. Jurnal Mangifera Edu, 1(2), 25-34. Supatmi. 2016. Bioteknologi CRISPR/CAS9 : Cara Terbaru Untuk Memukul Jatuh Gen.
BioTrends. 7 (2) : 31-36.
Susilo, H. 2019. Analisis potensi budidaya tanaman transgenik di Indonesia. Jurnal Lingkungan dan Sipil, 2(1): 65-74.
Syam, Rusastra, Sudaryanto. 2001. Keragaan dan Perspektif Sosial Ekonomi Pengembangan Teknologi Transgenik. FAE. 19 (2) : 80-90.
Tando, E ., dan Arif, Juradi. 2019. Upaya peningkatan kualitas tanaman kedelai (Glycine max
- Merill) melalui pemanfaatan bioteknologi dalam mengatasi kelangkaan pangan. Jurnal Agrotek 3(2) : 113-128. Diakses 24 Juni 2021.