PEKAT (PENGETAHUAN SINGKAT)
“Budidaya Kerang Hijau untuk Menghalau Jaring Tak Ramah Lingkungan”
Di dunia penangkapan ikan, penggunaan alat tangkap akan sangat memengaruhi hasil tangkapan. Namun, alat tangkap yang digunakan seharusnya lebih diperhatikan, tidak hanya tentang hasil tangkapannya saja melainkan juga dampak lingkungan akibat penggunaan alat tangkap tersebut. Maraknya penggunaan jaring tidak ramah lingkungan membuat nelayan kecil tidak kebagian ikan akibatnya sejumlah nelayan membudidayakan kerang hijau.
The green-lipped mussel atau asian green mussel atau disebut kerang hijau merupakan famili Mytilidae yang termasuk spesies Perna viridis L. dan merupakan komoditas penting budidaya laut (Gosling, 2003). Kerang hijau juga termasuk salah satu jenis biota kekerangan yang prospektif untuk dikembangkan dalam suatu sistem budidaya karena pertumbuhannya yang cepat dan dapat dilakukan sepanjang tahun, serta diketahui memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan, sehingga menguntungkan secara ekonomis untuk suatu sistem budidaya (Rajagopal et al., 2003; Sallih, 2005).
Faktor yang mendorong pengembangan budidaya kerang hijau antara lain tingkat pertumbuhan kerang hijau yang relatif cepat sehingga periode budidaya lebih pendek untuk mencapai ukuran konsumsi, selain itu, ketersediaan benih dari alam sepanjang tahun tanpa perlu proses pembenihan (Soon & Ransangan, 2014). Budidaya kerang hijau dapat dilakukan dengan biaya produksi yang rendah namun menghasilkan profitabilitas yang tinggi (Acosta et al., 2009), selain itu, budidaya tersebut tidak berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan (Ellis et al., 2002).
Mudahnya teknik budidaya spesies kerang hijau menjadi alternatif para nelayan kecil yang terdampak penggunaan jaring tak ramah lingkungan mengembangkan budidaya spesies tersebut. Selain itu, teknologi budidaya kerang hijau juga relatif mudah bila dibandingkan dengan teknologi biota budidaya lainnya. Metode budidaya kerang hijau yang telah banyak diterapkan di Indonesia, antara lain metode tancap, rakit tancap, rakit apung, dan long line.
Daftar pustaka :
Acosta, V., Glem, M.E., Natera, Y., Urbano, T., Himmelman, J.H., Rey-Mende, M., & Lodeiron, C. (2009). Differential growth of the mussel Perna perna and Perna viridis (Bilvalvia : Mytilidae) in suspended culture in the Golfo de Cariaco, Venezuela. Journal World Aquaculture Society, 40, 226-235. Gosling, E. (2003). Bivalve molluscs biology, ecology and culture. Amsterdam: Elsevier.
Ellis, J., Cummings, V., Hewitt, J., Thrush, S., & Norkko, A. (2002). Determining effect of suspended sediment on condition of a suspension feeding bivalve (Atrina zelandica): results of a survey, a laboratory experiment and a field transplant experiment. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 267, 147-174.
Rajagopal, S., Venugopalan, V.P., Van der Velde, G., & Jenner, H.A. (2003). Response of fouling brown mussel (Perna perna L.) to chlorine. Archives of Environmental Contamination and Toxicology, 44, 269-276.
Sallih, K. (2005). Mussel farming in The State of Sarawak, Malaysia: A feasibility study. The United Nation University: Final Project of Fisheries Training Programme.
Soon, T.K., & Ransangan, J. (2014). A review of feeding behavior, growth, reproduction and aquaculture site selection for green-lipped mussel, Pernaviridis. Advances in Bioscience and Biotechnology, 5, 462-469.
Sumber gambar :
Tirto.id
Okezone.com
Tribunnews.com
================
Klinik Agromina Bahari
FB : KAB Faperta
Instagram : kab_faperta_ugm
Twitter : KAB_faperta
Line : @fas5663l
Youtube : Klinik Agromina Bahari