Upaya Sektor Andalan Negara Maritim Mantapkan MEA 2015
oleh : Dhea Prasanti ( Perikanan 2014 )
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai sebuah organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang didirikan di Bangkok telah membentuk sebuah Komunitas ASEAN atau ASEAN Community yang memiliki tiga pilar utama yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN atau ASEAN Security Community (ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC), dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN atau ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). Saat ini, Indonesia sedang mengedepankan pembangunan Komunitas Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) yang merupakan salah satu dari tiga pilar ASEAN Community. AEC kemudian lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA diresmikan pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura saat pertemuan Asean Summit ke-4 yang ditandatangani oleh para menteri ekonomi negara-negara Asia Tenggara. Dapat dikatakan bahwa MEA adalah sebuah model perdagangan bebas di ASEAN yang disiapkan untuk lebih lanjut menuju perdagangan bebas dunia. MEA menjadi bentuk integrasi ekonomi ASEAN dimana adanya sistem perdagaangan bebas antara Negara-negara ASEAN. Keberadaan MEA merupakan harapan besar bagi pembangunan ekonomi Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kita tahu, kini keadaan ekonomi di Eropa dan Amerika makin menurun, melambat, dan masih belum pulih. Hal tersebut yang melatar belakangi terbentukya MEA. Selain itu, saat ini Asia seperti menjadi magnet ekonomi. Pergerakan perdagangan terus tersedot menuju ke Asia. Kesempatan ini tentu menjadi faktor penting terutama bagi Asia Tenggara agar tidak kalah dengan negara Asia lain seperti Jepang, Cina, Korea, dan negara Timur Tengah. Kawasan Asia Tenggara yang akan menjadi pasar terbuka yang berbasis produksi dimana aliran barang, jasa, dan investasi akan bergerak bebas membuat setiap negara Asia Tenggara wajib bersiap agar tidak kalah bersaing dengan negara-negara kawasan. Pasar bebas (free trade) sesungguhnya memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk bersaing tanpa batasan apapun. Pemilik modal besar akan bersaing dengan pemilik modal kecil, perusahaan besar akan bersaing dengan perusahaan kecil, pun demikian dengan tenaga kerja yang terlatih dan tidak terlatih akan bersaing satu sama lain dan berdampak pada semakin lemahnya pemodal kecil, perusahaan kecil dan tenaga kerja yang tidak terdidik dan terlatih. Satu hal yang perlu ditekankan bahwa bersaing dalam hal ini bukan berarti saling menjatuhkan satu sama lain, melainkan saling menguatkan antar negara-negara kawasan Asia Tenggara agar tercipta kekompakan menghadapi negara Asia lain.
Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar se-ASEAN. Jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 231,3 juta jiwa atau hampir 39% dari seluruh penduduk di Asia Tenggara. Selain itu, jika dilihat dari ekonominya, Indonesia memiliki kekuatan ekonomi yang cukup bagus dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil sekitar 6,1-6,5% pada tiga tahun terakhir. Luas wilayah Indonesia yaitu sekitar 1.860.360 km2 atau 42% dari wilayah Asia Tenggara serta tercatat sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah ruah. Belum lagi jika kita menengok laut Indonesia. Laut Indonesia dua pertiga dari daratannya. Total luas laut Indonesia 3,544 juta km2 (Perikanan dan kelautan dalam angka, 2010). Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada dengan panjang 104 ribu km (Bakokorsunal, 2006). Selain garis pantai yang panjang, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 tersebar dari Sabang sampai Merauke (Kemendagri, 2008). Indonesia memiliki potensi sumber daya hayati dan non hayati yang melimpah dan sangat memungkinkan untuk menambah salah satu sumber devisa negara yang besar di bidang non migas. Semestinya dengan sumberdaya alam yang lebih melimpah di laut dan pesisir di antara kawasan bisa menjadi modal yang penting bagi Indonesia untuk terus memantapkan diri serta menjadikan sektor perikanan dan kelautan berdaulat di MEA 2015 yang meski kini telah berjalan, namun sejauh ini penerapannya belumlah terlalu terasa pengaruhnya.
Secara mendasar, program MEA belum terlihat pelaksnaannya, karena di Indonesia masih berada pada tahap sosialisasi MEA itu sendiri. Program MEA 2015 akan di realisasikan pada akhir Desember 2015. Adapun beberapa usaha untuk mempersiapkan dan penyesuaian yang harus Indonesia lakukan menjelang realisasi MEA yaitu (1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, (2) Penyesuaian, persiapan, dan perbaikan regulasi individual ataupun kolektif, (3) Pengembangan sektor energi baru dan terbarukan, (4) Peningkatan kualitas sumber daya manusia, (5) Pengembangan sektor industri prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan seperti perikanan. Dalam road map yang disusun ASEAN, sektor perikanan masuk sebagai salah satu dari 12 ektor prioritas integrasi dalam MEA 2015. Fokus Indonesia sebagai negara dengan wilayah terbesar dan penduduk terbesar di antara negara kawasan menjadi perhatian khusus. Negara besar yang terkenal dengan sebutan negara maritim dengan sumberdaya alam yang sangat melimpah di laut dan pesisir, ditambah tingginya sumberdaya manusia seperti nelayan untuk menunjang terciptanya perikanan yang kuat dan mandiri serta berkelanjutan sangat penting diperhatikan. Namun angan-angan tersebut sepertinya masih jauh dari harapan. Seperti kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal dan menempati daerah sekitar pesisir serta bermatapencaharian sebagai nelayan. Karakteristik ekonomi wilayah pesisir, latar belakang budaya, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang berbeda dari masyarakat lainnya yang dalam hal ini penghasilan mereka tidak tetap sehingga nelayan dikategorikan sebagai warga negara berekonomi lemah yang sangat identik dengan kemiskinan (Anonim, 2009).
Dapat dikatakan bahwa perikanan merupakan sektor ekonomi andalan Indonesia dan ASEAN. Maka, menjelang pemberlakuan MEA tahun ini, mengatasi masalah yang membelit sektor perikanan menjadi sebuah keharusan. Kendala kita menghadapi MEA sekarang ini sesungguhnya bukan pada aspek perikanan itu sendiri tetapi lebih kepada aspek pemberdayaan terutama pemberdayaan nelayan. Nelayan sebagai pelaku utama perikanan. Jika nelayan tidak juga beranjak dari kemiskinan, maka produktivitas ikan menurun sehingga yang ada nantinya Indonesia hanya dijadikan pasar saat MEA. Namun kenyataan yang ada saat ini jika kita berbicara soal nelayan yang tergambar hanyalah kemiskinan. Berbagai kajiian kehidupan nelayan umumnya menekankan pada kemiskinan dan ketidakpastian perekonomian, karena kesulitan hidup yang dihadapi nelayan dan keluargannya (Emerson, 1990). Kemiskinan di wilayah pesisir dan kepulauan tergolong sangat tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 angka melansir angka kemiskinan mencapai 35 juta orang atau 13,33 persen dari jumlah penduduk yang mencapai sekitar 237 juta jiwa. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa terdapat sekitar 7,87 juta masyarakat pesisir miskin dan 2,2 juta jiwa penduduk pesisir sangat miskin di seluruh wilayah Indonesia. Memang harus diakui saat ini mayoritas nelayan masih hidup dalam garis kemiskinan. Jumlah nelayan miskin ini lebih dari 25% dari total penduduk Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Kemiskinan ini berhubungan erat dengan kesejahteraan keluarga nelayan. Pembangunan ekonomi perikanan dalam masa terakhir pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II memberikan catatan buruk bagi kesejahteraan nelayan. Kesejahteraan nelayan terus menurun dalam lima tahun terakhir. Bahkan yang terjadi dalam triwulan I/2014, kesejahteraan nelayan berada di titik terendah. Banyak pihak yang berpendapat, di akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini, menteri kelautan dan perikanan perlu memperkuat kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan nasional. Nyatanya memang benar harus begitu, bagaimana tidak manakala kita mengingat jasa nelayan yang besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan salah satu sektor terpenting dalam sebuah negara. Sektor perikanan Indonesia harus mampu berperan aktif dalam pergelaran MEA layaknya aktor bukan sekadar menjadi pasar bagi negara lain, jika tidak mau goyah dan menjadi sasaran empuk negara-negara lain termasuk negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia. Bertolak dari permasalahan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kini telah dan terus berupaya membangun dan mengembangkan perekonomian serta kualitas hidup nelayan terutama nelayan skala kecil. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah meluncurkan program Pembangunan Seribu Kampung Nelayan yang Mandiri, Tangguh, Indah dan Maju atau dikenal dengan nama Sekaya Maritim, serta bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk memajukan usaha di bidang perikanan terutama usaha perikanan tangkap skala kecil.
Sekaya Maritim merupakan Program Penanggulangan Kemiskinan seperti yang dijanjikan Presiden Jokowi dalam kampanyenya, yang bertujuan meningkatkan akses ketersediaan pelayanan dasar yang dapat meningkatkan kualitas hidup nelayan dan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Meningkatnya kualitas hidup diantaranya diwujudkan dengan adanya peningkatan pendapatan nelayan, serta memajukan daerah sasaran dengan ketersediaan tenaga terampil, penyerapan tenaga kerja, dan perkembangan sarana dan prasarana. Pada tahun 2015, program Sekaya Maritim ditargetkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan di 100 kampung nelayan yang akan difokuskan pada 31 lokasi sentra nelayan terpadu. Dilanjutkan dengan 200 kampung nelayan ditahun 2016, 300 kampung nelayan di tahun 2017. Program ini direncanakan hingga tahun 2019 dengan target 1.000 Kampung Nelayan. Sekaya Maritim merupakan salah satu implementasi dari INPRES 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan dan Revitalisasi Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) yang ditetapkan dalam Keppres No. 10 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-rakyat yang melibatkan Kementerian dan Lembaga yang terkait dengan nelayan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Segala upaya pemerintah melalui berbagai program termasuk Program seribu kampung nelayan tersebut sama sekali tidak akan berarti apapun jika tidak ada janji sejahtera dan masa depan cerah bagi keluarga para nelayan di pesisir pantai. Maka kemudian program Sekaya Maritim terintegrasi dengan program kementerian lainnya agar tercipta kekuatan saling mendukung sebagai upaya menaikkan kelas dan skala hidup keluarga nelaya maritim di pesisir. Seperti pembangunan fasilitas infrastruktur jalan dengan Kementerian Pekerjaan Umum, membantu pendidikan anak-anak nelayan secara gratis melalui Kementerian Pendidikan Nasional. Ada pula pemeriksaan kesehatan bayi dan ibu dengan Kementerian Kesehatan,juga pembangunan sarana air bersih, MCK, sanitasi melalui Kementerin Perumahan Rakyat. Selain itu juga nelayan diberikan bantuan alat penangkapan ikan seperti kapal, jaring, perbaikan Pendaratan Pangkalan Ikan (PPI) dan lainnya. Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan dengan baik segala bentuk fasilitas yang telah diberikan. Dengan pemenuhan fasilitas yang lebih memadai semoga mampu memberikan kenyamanan masyarakat. Lingkungan yang nyaman dapat memberikan dampak posistif pula bagi hasil kerja dan kelangsungan usaha para nelayan. Sehingga, produktivitas ikan diharapkan akan semakin meningkat dan ekspor perikanan pun akan meningkat pula. Dengan program pro nelayan serta kerja sama sinergis semua stakeholder dalam memajukan kemaritiman Indonesia dengan memberdayakan pelaku nelayan dan pengusaha, maka bukan mustahil akan tercipta sektor perikanan yang lebih baik, dimana kita bisa sejajar sebagai pemain perikanan dunia. Indonesia harus optimis siap hadapi MEA 2015 dan perikanan siap menjadi pemeran utama MEA, bukan hanya sebagai tujuan pasar negara lain. Perikanan dengan SDM yang berkualitas akan menguatkan Indonesia dalam menghadapi berbagai tekanan dalam MEA.