Rice for Indonesia
Oleh: Rahayu Widyastuti
Jurusan: Hama dan Penyakit Tumbuhan
Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Wilayah Indonesia yang luas didukung dengan iklimnya yang tropis membuat Indonesia memiliki kekayaan SDA (Sumber Daya Alam) yang luar biasa, salahsatunya di sector pangan. Meskipun dilimpahi kekayaan SDA, Indonesia masih bertumpu pada satu komoditas utama sebagai bahan makanan pokoknya yaitu beras. Namun, pergeseran musim secara global akibat pengaruh dari pemanasan global sangat berpengaruh terhadap budidaya tanaman di Indonesia. Musim kemarau yang cenderung lebih panjang daripada musim hujan, menyebabkan berkurangnya produktivitas tanaman di Indonesia, salah satunya adalah padi. Selain itu, konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti industri, perumahan, dan lain sebagainya juga membuat turunnya produktivitasi padi secara drastis.
Bagi Indonesia, beras bukan hanya sekedar bahan makanan pokok. Beras bagi Indonesia dapat diartikan sebagai alat politik dan tolak ukur kesejahteraan masyarakat. Beras sebagai bahan makanan pokok membuat masyarakat Indonesia cenderung lebih banyak mengkonsumsi beras daripada sumber karbohidrat lainnya seperti jagung, sagu, singkong, dsb. Padahal, Indonesia dapat memanfaatkan kekayaan SDAnya yang melimpah di bidang pangan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2012) menunjukkan, konsumsi beras masyarakat dalam tiga tahun terakhir rata-rata mencapai 88,4 kg per kapita per tahun. Sedangkan, harga beras yang saat ini cenderung mengalami kenaikan menyebabkan ketidakstabilan di segala bidang. Pola konsumsi pangan yang bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diversifikasi pangan dalam menu seharihari. Pangan yang beragam sangat penting karena tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap. Dengan konsumsi yang beragam, kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi dari pangan lain (Setianingsih,N.I.,2012).
Diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk menunjang ketahanan pangan di Indonesia, sehingga masyarakat tidak hanya bergantung pada satu jenis makanan saja terutama beras, tetapi juga komoditas lainnya yang gizinya tidak kalah dengan beras. Program diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan mengekplorasi jenis umbi-umbian dan tanaman lain sebagai sumber karbohidrat.
Beras juga diartikan sebagai alat politik bangsa. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan beras memegang kendali dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dan hubungan politik Indonesia dengan negara-negara lain. Beras dapat dijadikan sebagai alat tukar (barter) antar daerah bahkan negara. Selain itu beras juga dapat digunakan sebagai bantuan atau sokongan saat terjadi bencana terjadi di suatu wilayah. Selain merupakan bantuan sosial hal ini juga sebagai wujud politik sosial. Misalnya, saat negara sedang mengalami bencana alam, maka negara lain akan membantu dengan memberikan beras.
Jika dilihat dari sejarahnya, Indonesia pernah melakukan politik diplomasi beras. Di tahun 1946 Belanda melakukan blokade yang membuat keadaan ekonomi Indonesia semakin memburuk. Oleh karena itu, Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Indonesia pada saat itu merancang strategi sebagai usaha untuk menembus blokade ekonomi. Pada saat itu Indonesia sedang mengalami bencana kelaparan karena dilanda kekeringan. Hal ini menjadi perhatian Sutan Syahrir sehingga beliau mengusulkan untuk mengadakan diplomasi beras, yaitu membantu India dengan mengirimkan 500.000 ton beras dengan imbalannya India mengirimkan bahan-bahan pakaian, alat-alat pertanian, atau berupa motor gerobag dan perangkat kapal pengangkut yang dibutuhkan oleh Indonesia. Pengiriman beras 500.000 ton ini dianggap tidak merugikan bagi Indonesia, karena pada saat itu pertanian Indonesia sedang mengalami surplus 200.000-400.000 ton (Makmoer,1946).
Kemudian, keberadaan beras juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia. Jika kebutuhan akan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia telah terpenuhi diharapkan masyarakat Indonesia akan sejahtera, jauh dari kelaparan ,dan kemiskinan. Sehingga masyarakat Indonesia dapat dikatakan sejahtera. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan masyarakat dan tingkat pendapatannya untuk mampuh membeli beras dengan kualitas yang baik. Semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat untuk membeli beras dengan kualitas yang baik, maka secara otomatis pendapatannya juga tinggi dan menjadi indikator tingkat kesejahteraan. Saat ini semakin banyak program pemerintah yang mengusahakan dan mengupayakan pemerataan dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Untuk program pemerintah yang berhubungan dengan beras sangat banyak salahsatunya yaitu raskin (beras miskin). Raskin diharapkan oleh pemerintah dapat membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu untuk membeli beras dan diharapkan program ini dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin Indonesia.
Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak tahun 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak hanya sebagai program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat (BULOG, 2010).
Dibalik berbagai fungsi dan perannanya bagi Indonesia, terdapat berbagai masalah yang timbul dari keberadaan beras sebagai bahan makanan pokok bangsa Indonesia, misalnya saja impor beras sampai yang terbaru masalah beras plastik. Beras impor masih menjadi salah satu sumber untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) yang dikutip Detik Finance, Kamis (2/4/2015), impor beras pada Februari 2015 adalah 7.912 ton atau senilai 3,1 juta dollar AS. negara pemasok beras ke Indonesia padabulan Februari 2015 adalah Thailand 1.031 ton, Vietnam 550 ton, Pakistan 6.000 ton, Tiongkok 32 ton, dan Malaysia 300 ton.
Permasalahan yang terbaru mengenai beras yaitu ditemukannya beras plastik yang dijual bebas di pasaran yang meresahkan dan merugikan masyarakat, hal ini menjadi isu yang ramai dibicarakan publik. Kepala Bagian Pengujian Laboraturium PT Sucofindo, Adisam mengatakan bahwa adanya kandungan protein tinggi dalam beras yang terbukti mengandung polyvinyl chloride, bahan baku pembuatan pipa. Adisam menyebutkan kemungkinan besar beras palsu tersebut telah dicampur dengan beras asli. Selain mengandung polyvinyl chloride, beras ini juga mengandung plastiser plastik seperti benzyl butyl phpthalate (BBT), Bis 2-ethylhexyl phthale (DEPTH), dan diisononyl phthalate (DNIP). Ketiga bahan tersebut merupakan pelembut yang biasa digunakan bersama dengan polyvynil chloride. Tujuannya ialah agar pipa atau kabel mudah dibentuk, senyawa inilah yang digunakan untuk membuat beras plastik mirip dengan beras aslinya. Namun, isu ini masih diteliti dan dikaji ulang untuk membuktikan kebenarannya.
Informasi mengenai beras plastik ini mencuat setelah adanya laporan dari seorang penjual bubur di Bekasi (Dewi Septiani). Keanehan dari beras yang beliau beli nampak setelah beras tersebut diolah sebagai bubur untuk beliau jual (Kompas,2015).
Memang terlihat miris jika kita soroti satu-bersatu masalah yang berkaitan dengan beras, namun hal ini adalah merupakan konsekwensi yang harus diterima bangsa ini sebagai suatu pembelajaran, dan yang harus lebih dipikirkan adalah bagaimana kita dapat menyelesaikan berbagai masalah dan menemukan solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Saat ini yang dibutuhkan bangsa Indonesia tidak hanya swasembada pangan tapi juga berdaulat pangan. Perlu adanya dukungan dari semua pihak, baik masyarakat, pemerintah , maupun pihak swasta agar Indonesia mampu berdaulat dan swasembada pangan utamanya beras. Diversifikasi pangan dapat menjadi salah satu solusi yang ampuh untuk menekan konsumsi beras nasional, namun implementasinya di masyarakat saat ini belum maksimal. Akan tetapi, pemerintah tetap mengupayakan perbaikan di segala aspek, salah satunya dengan realisasi program UPSUS PAJALE (Padi, Jagung, Kedelai) di tahun 2015 ini.