Sabtu (8/4) Diskusi Publik sebagai Peringatan Hari Nelayan yang jatuh pada 6 April 2017 dengan tema “”Pelarangan Cantrang, Dilema Ekologis dan Ekonomis” telah dilaksanakan di Ruang KPTU gedung A1 lantai 3 Fakultas Pertanian UGM. Diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yang luar biasa yaitu Ir. Lalu M. Syafriadi, MM (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah), Bambang Wicaksana Widjanarko (Ketua Front Nelayan Bersatu), Dr. Ir. Djumanto, M. Sc (Dosen Departemen Perikanan UGM) dan dimoderatori oleh Kautsar Fahreza T (Kepala Biro Kajian dan Keilmuan DEMA FPN 2017).
Diskusi publik dimulai pukul 14.00, terlambat 30 menit dari jadwal karena kendala teknis namun hal ini tidak terlalu menghalagi jalannya diskusi dan tidak menyurutkan semangat tamu undangan dan mahasiswa. Diskusi ini diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya diskusi dilaksanakan secara panel yaitu penyampain materi oleh pembicara dan dilanjutkan diskusi antara pembicara dengan audiens.
Pembicara yang pertama adalah Ir. Lalu M. Syafriadi, MM dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Beliau menjelaskan mengenai sejarah cantrang di Jawa Tengah, awalnya cantrang sebagai alat bantu untuk umpan Botton Long Line hingga menjadi alat tangkap utama dan berkembang pesat di Jawa hingga akhirnya dikeluarkan surat DKP Surat DKP No: 523.4/1037 untuk penghentian Sementara ijin Cantrang per 1 Sept 2005 dan Gubernur melalui Surat No: 523/00048 mengenai dukukungan penggunaan cantrang, hingga akhirnya terjadi gejolak sosial nelayan dan menghasilkan kesepakatan pembatasan penggunaan cantrang, dan harus memiliki izin penggunaan cantrang. Bapak Lalu M. Syafriadi juga menyampaikan di Jawa Tengah penggunaan cantrang terbanyak di Pati yaitu sebanyak 238 unit. Penggunaan cantrang menjadi pro dan kontra di nelayan karena cantrang merupakan alat tangkap andalan nelayan dan jika penggunaannya dibatasi atau dilarang akan menurunkan hasil tangkap ikan nelayan.
Dilanjutkan oleh pembicara kedua yaitu Bapak Bambang Wicaksana Widjanarko Ketua Front Nelayan Bersatu yang menyampaikan mengenai dampak yang dirasakan petani terutama dari segi ekonomi dengan adanya pelarangan penggunaan cantrang. Nelayan mengeluhkan kebijakan yang ditetapkan pemerintah mengenai pelarangan penggunaan cantrang karena terlalu mendadak dan pemerintah tidak memberikan solusi alat tangkap alternatif pengganti cantrang. Hal ini menyebabkan hasil tangkapan petani menjadi menurun. Di sisi lain pembicara ketiga yaitu Dr. Ir. Djumanto, M. Sc (Dosen Departemen Perikanan UGM) menyatakan bahwa secara ekologis cantrang merusak ekologi perairan namun dari segi ekonomi penggunaan cantrang dapat meningkatkan ekonomi dn kesejahteraan nelayan.
Pelarangan penggunaan cantrang menyebabkan dilematis yaitu mempertahankan cantrang untuk meningkatkan kesejahteran nelayan namun dengan konsekuensi merusak sistem ekologi perairan atau sebaliknya. Bapak Djumanto memberikan solusi yaitu pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan tiga aspek yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, Pemerintah menggandeng dan memberdayakan lembaga penelitian (PTN, PTS, NGO, dll) dan memanfaatkan hasil penelitian/kajian untuk manajemen/tata kelola perikanan yang berkelanjutan, mendorong inovasi alat tangkap ramah lingkungan, inovasi pasca panen dan melindungi produksi dalam negeri. Setelah penyampaian materi dari pembicara dilanjutkan dengan diskusi, diskusi berjalan lancar dan cukup menarik. Harapannya polemik cantrang dapat segera diatasi dengan adanya inovasi alat tangkap baru yang ramah lingkungan dan adanya pendampingan dari pemerintah untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.