Pada tanggal 22 Mei 2015 lalu di KPTU Fakultas Pertanian UGM, telah dilaksanakan diskusi publik dengan topik ‘Mafia di balik Impor Beras’. Acara yang diadakan oleh Klinik Agromina Bahari yang bekerja sama dengan DEMA Faperta dan CIDES ini menghadirkan Bapak Subejo, S.P., M.Sc.,Ph.D. selaku dosen Fakultas Pertanian UGM dan Bapak Sukijan sebagai perwakilan dari SPI (Serikat Petani Indonesia).
Pembicara pertama yaitu Bapak Sukijan memaparkan bahwa mafia beras adalah spekulan, tengkulak, pedagang besar dalam skala kecil maupun besar yang menguasai jalur distribusi perdagangan beras di tingkat lokal maupun nasional dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi pribadi maupun golongan. Selaku praktisi, beliau melihat keadaan di lapangan, bahwa factor utama penyebab kelangkaan dan kenaikan harga beras adalah kebijakan dari pemerintah Indonesia itu sendiri. Pertanian masih dianggap sebagai sektor yang dapat dikesampingkan. Kebijakan yang diutamakan oleh pemerintah Indonesia saat ini masih lebih berfokus kepada sector pertambangan. Menurutnya, padahal potensi pertanian sebagai penyedia pangan ini sangat besar karena lahan pertanian Indonesia yang subur. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka produksi beras di Indonesia pada tahun 2010-2012 cenderung naik. Tren ini memberikan bukti bahwa tingkat produktivitas lahan pertanian di Indonesia cenderung tinggi.
Sikap SPI terhadap adanya mafia impor beras adalah:
- Pemerintah tidak cepat tanggap dalam menstabilkan harga
- Pemerintah tidak dapat menampung stok beras yang diproduksi oleh petani. Padahal menurut SPI, produksi beras telah mencukupi kebutuhan masyarakat indonesia
- Ketidakmampuan pemerintah dalam mengontrol pasar. Hal ini didukung oleh data bahwa 80-90% beras yang beredar di pasar dikuasai oleh tengkulak
- Selain diakibatkan oleh kebijakan pemerintah tentang pertanian secara umumnya, terjadinya alih fungsi lahan secara besar-besaran juga merupakan permasalahan yang serius.
Bapak Subejo, S.P., M.Sc.,Ph.D sebagai pembicara kedua lalu memaparkan bahwa terdapat beberapa permasalahan krusial yang terjadi dalam penyediaan beras sebagai makanan pokok Indonesia, yaitu:
- Masih banyaknya kerusakan Irigasi lahan sawah, menurut data yang didapatkan, 52% irigasi pertanian rusak. Dari 7,7 juta hektar lahan sawah, yang beirigasi teknis hanya 20%, dan sisanya tadah hujan.
- Alih fungsi lahan yang luar biasa 100rb-200rb hektar /tahun.
- Adanya kartel (perusahaan mafia beras)
- Lahan produksi yang dari tahun ke tahun selalu mengecil, karena system pewarisan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia hingga sampai saat ini
- Impor
- Distribusi yang buruk
Urusan pangan adalah urusan yang krusial. Kesinambungan antara ketahanan pangan menjadi kemandirian pangan dan akhirnya menjadi kedaulatan pangan sangat penting untuk diwujudkan. Urusan pangan berdampak kepada stabilitas nasional, sehingga permasalahan pangan merupakan permasalahan krusial yang berdampak kepada sector yang lainnya. Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 dalam ketahanan pangan se-Asean. APBN untuk sektor pertanian dari tahun ke tahun tidak pernah lebih dari 2%. Apabila dikalkulasikan, APBN untuk sektor pertanian hanya 20 triliun. Namun pada era Jokowi, APBN pertanian direncanakan akan ditambah dengan adanya pemangkasan subsidi BBM.
Pada tahun 2014, Indonesia tercatat menjadi produsen terbesar ketiga dalam komoditas beras. Hal ini selalu menjadi pertanyaan besar mengapa masyarakat selalu mengalami kelangkaan beras. Salah satu penyebabnya adalah karenaa beras tidak hanya di konsumsi oleh masyarakat saja, tetapi juga diolah oleh sektor industri
Solusi yang dihadirkan untuk masalah ini ialah sebagai berikut:
- Pengawasan impor yang ketat
- Pengawasan tata niaga dan distribusi beras
- Stabilitas harga : distribusi beras/operasi beras standar langsung konsumen
- Validitas angka produksi, konsumsi > sering simpang siur > dikelola ketat karena menjadi dasar kebijakan
- Inisiasi direct selling à koperasi produsen dan koperasi konsumen.